Langsung ke konten utama

Jawaban Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami tentang menghidangkan makanan di hari kematian

Syaikhul Islam Imam Ibnu Hajar al-Haitami (907-974 H/1504-1567 M) merupakan seorang ulama mutaakhirin Mazhab Syafii yang memiliki pengaruh yang besar dalalam mazhab Syafii. Kitab-kitab beliau menjadi rujukan utama bagi ulama-ulama Mazhab Syafii semasa beliau hingga zaman sekarang. Semua kitab-kitab fiqk Mazhab Syafii yang di karang pada masa sesudah beliau tidak terlepas dari pendapat-pendapat beliau bersama dengan Imam Ramli

Salah satu kitab beliau yang banyak di jadikan rujukan adalah kitab Fatawa Kubra Fiqhiyyah yang terdiri dari 4 jilid berisi fatwa-fatwa beliau seputar masalah-masalah fiqih.

Salah satu yang pernah di tanyakan kepada beliau adalah hukum menyediakan makanan pada hari kematian yang pada masa beliau memang telah menjadi tradisi hingga sekarang. Bagaimanakah jawaban Syeikh Ibnu Hajar, mari kita buka kitab Fatawa Kubra Fiqhiyyah jilid 2 hal 32 Dar Fikr!!

"وسئل" نفع الله به عن العزاء الذي يفعلونه ببلاد اليمن قد يفعله أجنبي ويطلب الرجوع به على الورثة وقد يفعله وارث ويرجع به على بقية الورثة فما حكمه.؟
"فأجاب" بقوله جعل الطعام للمعزين إن حمل على معصية كنياحة حرم مطلقا وإن لم يكن فيه ذلك فإن فعله أجنبي من غير إذن الورثة جاز ولم يرجع به عليهم لأنه متبرع به وكذا إذا فعله بعض الورثة من غير إذن الباقين فلا رجوع له بشيء على بقية الورثة ويحرم على وارث أو وصي جعله من التركة إذا كان في الورثة غير مكلف أو محجور عليه بسفه وإذا أوصى الميت بفعله فإن كان على وجه حرام أو مكروه لم تنفذ وصيته وإلا نفذت من الثلث إن لم تجز الورثة الزائد عليه فيفعله الوصي حينئذ والله تعالى أعلم.

Artinya:
Ditanyakan guru kita (Imam Ibnu Hajar al-Haitami) - semoga ALLAH selalu memberikan manfaat dengan beliau- tentang masalah menyediakan makanan bagi orang ta’ziyah yang dilakukan di negeri Yaman, hal tersebut kadang dilakukan orang lain (bukan keluarga) namun semua pengeluaran (biaya) dimintakan kepada ahli waris dan kadang-kadang dikerjakan oleh salah seorang ahli waris dan semua biaya dimintakan kepada ahli waris yang lain. Maka bagaimanakah hukumnya (menyediakan makanan tersebut)?

(Guru kita Ibnu Hajar al-Haitami) menjawab:
Bila menyediakan makanan untuk orang ta’ziah tersebut mendorong kepada maksiat seperti niyahah maka hukumnya haram secara mutlaq (baik yang melakukannya pewaris atau orang lain, menggunakan harta mahjur 'alaih ataupun tidak) dan jika menyediakan makanan tersebut tidak mendorong kepada maksiat dan dilakukan oleh orang lain tanpa ada izin dari pewaris hukumnya boleh dan tidak dapat dimemintakan biaya kepada ahli waris karena ia melakukan tabarru' (kebaikan). Demikian juga di bolehkan jika dilakukan oleh sebagian ahli waris tanpa ada izin dari ahli waris lainnya maka tidak dapat dimintakan ganti biayanya kepada ahli waris lainnya. Dan haram bagi pewaris atau orang yang menerima wasiat melakukan hal tersebut (menyedakan makanan bagi orang yang berta'ziah) dari harta peninggalan bila ada sebagian ahli waris yang belum mukallaf atau mahjur ‘alaih (orang yang tidak dibolehkan mempergunakan harta) karena boros (safih).
Bila si mayat mewasiatkannya (penyediaan makanan untuk orang yang berta'ziah) maka jika atas jalan haram atau makruh maka masiatnya tidak berlaku. Dan bila tidak (bukan atas jalan haram atau makhruh) maka wasiat tersebut berlaku hanya dari 1/3 harta si mayat jika tidak di izinkan oleh ahli waris untuk lebih dari kadar 1/3 harta mayat, maka pada saat demikian boleh dikerjakan oleh orang yang di wasiatkan.
Wallhu a`lam

Maka dari Jawaban Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami dapat di simpulkan bahwa hukum menyediakan makanan pada hari kematian adalah;
1. Haram, apabila :
  • Pemberian makanan tersebut untuk mendorong orang-orang melakukan kemaksiatan seperti meratapi kematian. ( tetapi tidak pernah kita lihat di lapangan masyarakat yang menyediakan makanan dengan tujuan demikian)
  • Di ambil dari harta warisan sedangkan di antara ahli waris ada yang belum baligh atau mahjur `alaih (misalnya orang gila)
2. Boleh, apabila:
  • Menggunakan harta selain harta warisan
  • Menggunakan harta warisan atas dasar persetujuan semua ahli waris.
  • Di kerjakan oleh sebagian ahli waris dari hartanya sendiri atau harta warisan bagiannya.
3. Si mayat bila pernah mewasiatkan untuk menyediakan makanan pada hari kematiannya, maka wasiat tersebut hanya berlaku pada kasus boleh menghidangkan makanan sedangkan pada kasus haram atau makruh maka wasiat tersebut tidak berlaku.

Jawaban serupa juga pernah di jawab oleh ulama Makkah Syeikh Ismail Zain yang kami posting sebelumnya.Wallahu A`lam bish Shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Dayah Mudi Mesra Samalanga Kab.Bireun NAD

MUDI MESRA Adalah sebuah pesantren atau dalam istilah orang aceh disebut dengan Dayah, yang terletak didesa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun.. Dayah ini telah berdiri sejak zaman  Sultan Iskandar Muda    dayah ini terus berkembang dan saat ini menjadi dayah terbesar di Aceh. Saat ini dayah MUDI Mesra berada di bawah pimpinan Syekh Hasanul Basri HG ( Abu MUDI) dengan jumlah santri lebih kurang 6000 orang. 1 . IDENTITAS DAYAH MUDI MESRA a. Sejarah Berdirinya Pesantren MUDI Mesra.Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya berlokasi di desa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tepatnya di sebelah barat kota industri Lhokseumawe kira-kira 100 km. (Note: pintu gerbang komplek putra) D ayah ini telah didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya pada masa Sultan Iskandar Muda. Pimpinan dayah yang pertama d...

Kata Motivasi Islam Imam Al ghazali

Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar  Hujjatul Islam   karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti   al-Junaid Sabili   dan   Bayazid Busthami . Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti   Mekkah ,   Madinah ,   Jerusalem , dan   Mesir . Ia terkenal sebagai ahli   filsafat Islam   yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu ti...

Nasehat Imam Syafi'i tentang menuntut Ilmu

 Tuntutlah ilmu hinga liang lahat, bukankah ini pertanda pentungnya ilmu dan tidak ada kata berhenti mencari ilmu dan tidak juga kata cukup dalam menuntut ilmu. Imam Syafi'i rahimallahu mengatakan dalam sebuah kitab Ta'lim muta'allim karangan Syekh Az-Zarnuji, Imam al-Zarnji Terlahir dengan nama Burhanuddin al-Zarnuji, sebagian menyebutkan bahwa namanya adalah Syeikh Ibrahim bin Isma'il Al Zarnuji. Jika dilihat dari nisbahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari Zaradj, yakni suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afganistan. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:   لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ Ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara : Cerdas, Semangat (Antusias), Kesungguhan, Bekal, Bergaul dengan guru, Waktu yang lama.” Kecerdasan . Sesuatu hal yang bisa ki...