Pada suatu ketika, Imam Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya.
Ketika murid-muridnya sudah terkumpul. Imam Ghazali memberikan suatu pertanyaan. “Apa yang Paling DEKAT?”. Para murid ada yang menjawab keluarga, istri, sanak saudara, dan kerabat. Imam Ghazali membenarkan hal itu. “yang paling dekat adalahKEMATIAN” jawab Imam Ghazali. Dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan MATI. Jadi yang namanya mati sudah menjadi suatu hal yang pasti dan dekat sehingga tidak bisa ditolak lagi
Pertanyaan berikutnya “Apa yang paling JAUH?”. Para murid Imam Ghazali ada yang menjawab langit, china, negeri seberang, dsb. Imam Ghazali membenarkan hal tersebut sehingga beliau mengucapkan “yang paling jauh itu adalah MASA LALU“. Begitu banyak hal yang sudah terlewati. Dari semenjak kita lahir di dunia, hingga dewasa saat ini. Begitu banyak pula suatu kejadian dan pengalaman yang kita alami. Hal itu tidaklah mungkin akan kita rasakan kembali atau kita ulangi lagi. Maka dari itu, masa lalu merupakan sesuatu yang sangat jauh sehingga sangat sulit kita untuk gapai lagi.
Berikutnya Imam Ghazali bertanya lagi, “Apa yang paling BESAR?”. Para murid ada yang menjawab gajah, atau binatang-binatang besar lainnya. Imam Ghazali membenarkan kembali jawab para muridnya sambil mengucapkan, “yang paling besar adalah NAFSU“. Ada yang menuhankan nafsunya hingga tidak malu lagi untuk berbuat yang dikatakannya benar padahal jika diteliti lagi malah salah dan hampir dikatakan benar-benar melenceng dari kebenaran. Rasulullah SAW pernah bersabda yang intinya bahwa Jihad sekarang adalah melawan hawa nafsu. Begitu besarnya hingga melawan nafsu dikatakan sebagai jihad. Dengan nafsu ini pun kita bisa melupakan Tuhan kita.
Selanjutnya Imam Ghazali memberikan pertanyaan kembali kepada murid-muridnya. “Apa yang paling BERAT?”. Ada yang menjawab Gunung, Bukit, dan lain sebagainya, “yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH“. Amanah atau tanggung jawab harus kita tunaikan sesuai dengan porsi dan kadarnya, sehingga tidak ada yang merasa terdzhalimi karena salah memperlakukan amanah. Bila tidak berhati-hati terhadap amanah yang telah diberikan, kemungkinan besar kita tidak lagi menjadi muslim yang bisa dipercaya. Apalagi amanah ini akan dipertanggungjawabkan kepada Allah nanti di Yaumul Mizan. Sehingga memegang amanah sangat berat dibanding dengan memikul gunung bila kita tidak benar-benar menunaikannya dengan pas.
“Apa yang paling RINGAN?”, tanya Imam Ghazali lagi kepada murid-muridnya. Murid-muridnya ada yang menjawab kapas, dan lain-lain. Imam Ghazali lagi-lagi membenarkan ucapan para muridnya. “yang paling ringan adalah MENINGGALKAN SHALAT“. Iya, bila kita lihat keadaan sekarang. Umat muslim di Indonesia khususnya. Kita bisa melihat fenomena Islam KTP, Islam yang tercantum di KTP saja tapi pengamalan ibadahnya tidak ada sama sekali, seperti shalat atau mengaji. Bahkan ada yang dengan mudahnya menggampakan shalat. dan sampai-sampai banyak pula yang meninggalkan shalat. Fenomena inilah yang memang pantas kita sebut sesuatu yang ringan.
Pertanyaan terkahir yang dilontarkan Imam Ghazali untuk murid-muridnya adalah “Apa yang paling TAJAM?”. Para murid menjawab Pisau, Pedang, dan alat potong lainnya. Imam Ghazali membenarkan hal tersebut. Imam Ghazali berkata “yang paling tajam adalah LISAN“. Lisan bisa menusuk hati saudara-saudara kita, tanpa kita niati dan sadari. Lisan ini lebih tajam dari pedang, hasil tusukannya tidak dengan mudah kita obati. Bila pedang menusuk orang bisa disembuhkan dengan obat-obatan. Tapi bila hati sudah tertusuk oleh lisan, maka sangat susah dan sulit untuk diobati. Bisa diobati pun terkadang cukup lama dan masih teringat ucapan-ucapan yang menyakitkan. Untuk itu kita patut menjaga Lisan ini yang lebih tajam dari pisau atau pedang.
Komentar