Salah satu prinsip para ulama Ahlus sunnah adalah tidak akan
seenaknya mengkafirkan kaum muslim yang lain walaupun berbeda keyakinan
dan mengerjakan dosa-dosa besar. Sehingga mereka tidak mengkafirkan
kaum Mu`tazillah yang sesat, tidak seperti kaum khawarij
(wahaby/salafy sekarang) dengan mudahnya mereka mencap syirik dan kafir
kepada golongan yang tidak sepaham dengan mereka.
Namun bukan berarti mereka tidak tegas dalam menyikapi perihal yang menyimpang dari aqidah. Untuk menjaga aqidah ummat maka perlu disebutkan mana saja yang dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir/murtad.
Hal-hal yang menyebabkan seorang muslim menjadi kafir adalah semua yang dilakukan secara sengaja yang menunjuki kepada meremehkan agama secara shareh (jelas) baik berupa perkataan atau perbuatan yang dilakukan karena memang berdasarkan keyakinan, karena keras kepala atau hanya sebagai memperolok-olok.[1]
Namun bukan berarti mereka tidak tegas dalam menyikapi perihal yang menyimpang dari aqidah. Untuk menjaga aqidah ummat maka perlu disebutkan mana saja yang dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir/murtad.
Hal-hal yang menyebabkan seorang muslim menjadi kafir adalah semua yang dilakukan secara sengaja yang menunjuki kepada meremehkan agama secara shareh (jelas) baik berupa perkataan atau perbuatan yang dilakukan karena memang berdasarkan keyakinan, karena keras kepala atau hanya sebagai memperolok-olok.[1]
Contoh keyakinan yang dapat menyebabkan kekufuran:
- Bercita-cita menjadi kafir dalam waktu dekat atau lama.
- Menolak adanya pencipta alam semesta.
- Meyakini tiada sifat yang wajib bagi Allah yang telah disepakati seperti qadim, ilmu dll.
- Mengingkari hari kebangkitan.
- Mengingkari atau ragu terhadap para Nabi yang telah disepakati kenabiannya.
- Mengingkari bahwa Saidina Abu Bakar sebagai Shahabat Nabi. Penolakan bahwa Saidina Abu Bakar sebagai Shahabat juga berarti mengingkari Al Quran karena Al quran mengakui beliau sebagai Shahabat Rasulullah.
- Mengingkari segala sesuatu yang telah sepakat para ulama baik berupa perintah atau larangan seperti; kewajiban shalat lima waktu, kesunnahan shalat sunat rawatib dan shalat hari raya, halal jual beli, nikah, keharaman zina, khamar, homoseks, liwath.
- Mengingkari atau menambahkan satu huruf dari ayat Al Quran yang telah ijmak para ulama.[2]
- Bercita-cita supaya Allah menghalalkan sesuatu yang tak pernah Allah halalkan pada satu masapun (seperti zina dan membunuh tanpa hak). Adapun mencita-citakan halal sesuatu yang pernah Allah halalkan (seperti khamar) maka tidak menyebabkan kufur.[3]
Contoh perbuatan yang menyebabkan kufur:
- Sujud bagi selain Allah secara sukarela dan tidak ada tanda yang menunjuki tidak bermaksud memperolok-olok.[4]
- Mencampak mashhaf dalam kotoran (baik najis ataupun tidak) tanpa ozor dan tidak ada qarinah (tanda) yang menunjuki bukan bermaksud melecehkan. Sama hukumnya dengan mashaf lembaran yang terdapat tulisan nama Allah dan lembaran ilmu syar`iyah lainnya.[5]
- Sihir yang mengandung ritual penyembahan kepada selain Allah.[6]
Contoh perkataan yang dapat menyebabkan kekufuran. [7]
- Mengatakan “aku tidak mau melaksanakannya walaupun hukumnya sunat” karena perkataan demikian menunjuki kepada memperolok-olok.[8]
- Ridha dengan kufur walupun tidak secara shareh misalnya tidak mau mensyahadatkan orang yang minta disyahadatkan, atau dikatakan terhadap orang yang minta disyahadatkan “bersabarlan sebentar”. contoh lainnya memerintahkan muslim untuk murtad, memerintahkan muslim atau kafir untuk kafir, misalnya dikatakan bagi orang kristen ‘’masuklah ke agama yahudi’’.[9]
- Menghina, melecehkan, mencela atau mengatakan Nabi sebagai pendusta.
- Mencela shabahat Abu Bakar dan Umar menurut satu pendapat.
- Mencela shabat Nabi karena kedudukan mereka sebagai shahabat. [10]
- Seseorang berkata ‘’seandainya datang Nabi padaku, aku tak akan menerimanya’’.
- Atau seseorang berkata ‘’seandainya Allah menyiksaku karena aku meninggalkan shalat padahal aku sakit maka Allah telah berbuat dhalim padaku’’ atau seseorang berkata ‘’andaikata para malaikat dan para Nabi atau seluruh kaum muslimin bersaksi bagiku atas sesuatu, maka aku tidak akan mempercayainya’’.[11]
- Seseorang berkata ‘‘jika sifulan menjadi Nabi maka aku tidak akan beriman’’ atau perkataan ‘’kalau seandainya Nabi benar kita pasti selamat’’ .[12]
- Seseorang ketika mengawali perbuatan maksiat seperti mabuk dan zina mengucapkan bismillah dengan tujuan memperolok-olok nama Allah .[13]
- Seseorang berkata ketika diberi satu fatwa hukum ‘’syara` apa ini’’ dengan maksud meremehkan.[14]
Sedangkan mengatakan bahwa ‘’pengajar dari kaum kafir lebih baik dari
guru muslim’’ bila dimaksudkan lebih baik secara mutlak maka ia menjadi
kafir sedangkan bila dimaksudkan lebih baik dari segi cara mendidiknya
atau lainnya ataupun diucapkan secara mutlak tanpa dimaksudkan lebih
baik dari segi mana maka tidak mengkafirkan.[15]
[1] Al Malibary, Zainuddin, Fathul Muin jilid 4 hal 123 Cet. Haramain
[2] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam , hal 352 Cet. Maktabah Hakikat kitabevi
[3] Ibid. hal 362
[4] Sayyid Abi Bakry Syatha, Hasyiah i`anatuth Thalibin jilid 4 hal 136. Cet. haramain
[5] Ibid, hal 137
[6] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam hal 349
[7] Al Malibary, Zainuddin, Op sit. jilid 4 hal 123
[8] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam hal 357
[9] Ibid, hal 355
[10] Ibid, hal 352
[11] Ibid, hal 358
[12] Ibid, Hal 359
[13] Ibid, hal 361
[14] Ibid, hal 365
[15] Ibid, hal 363
[1] Al Malibary, Zainuddin, Fathul Muin jilid 4 hal 123 Cet. Haramain
[2] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam , hal 352 Cet. Maktabah Hakikat kitabevi
[3] Ibid. hal 362
[4] Sayyid Abi Bakry Syatha, Hasyiah i`anatuth Thalibin jilid 4 hal 136. Cet. haramain
[5] Ibid, hal 137
[6] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam hal 349
[7] Al Malibary, Zainuddin, Op sit. jilid 4 hal 123
[8] Imam Ibnu Hajar Al Haitamy, I`lam bi Qawathi` Islam hal 357
[9] Ibid, hal 355
[10] Ibid, hal 352
[11] Ibid, hal 358
[12] Ibid, Hal 359
[13] Ibid, hal 361
[14] Ibid, hal 365
[15] Ibid, hal 363
Komentar