Langsung ke konten utama

Ideologi Membentuk Budaya dan Prinsip


  Banyak dari Remaja di Indonesia kini menumpang Ideologinya dengan sebuah Prinsip,Budaya,dan Watak yang cukup konyol, mereka beragumen dengan berfilsafat tanpa memiliki dasar yang kokoh, baik tidaknya tidak difikirkan terlalu jauh. mereka berfikir itu adalah sebuah perbedaan ideologi dari setiap aspek kehidupan manusia, tanpa berfikir bahwa perbedaan hal yang tidak perlu dikaji kalau hanya sekedar itu saja, mereka tidak mengkaji terlebih teliti bahwa perbedaan itu seperti hal yang wajib dengan Milyaran lebih manusia yang berbeda cara hidupnya didunia ini. Alangkah baiknya perbedaan yang memang seperti sudah wajib ada ini dipergunakan untuk berbeda dalam hal yang baik agar adanya pembelajaran sebuah bentuk kebaikan yang beragaman.

Ideologi Membentuk Budaya Masyarakat

Telah diketahui arti ideologi adalah skema untuk membawa masyarakat mencapai kesejahteraan dan kesempurnaan. Juga diketahui bahwa tiap spesies di dunia ini memiliki sifat dan kemampuannya sendiri. Karena itu konsepsi tentang kesejahteraan dan kesempurnaan bagi tiap spesies beda-beda. Kesejahteraan dan kesempurnaan kuda adalah berbeda dengan kesejahteraan dan kesempurnaan domba atau manusia.
Karena itu, jika berdasarkan aktualitas masyarakat mengira semua masyarakat sifat dan esensinya satu, dan keragamannya hanya dalam ruang keragaman individualistis satu spesies, maka dapat kita katakan dengan benar bahwa pada semua masyarakat ada satu ideologi yang kuat, dan ideologi ini cukup fleksibel untuk diterapkan pada semua keragaman individualistis. Namun kalau keragaman masyarakat berarti keragaman sifat dan esensinya, tentu saja untuk mewujudkan kesejahteraan masing-masing maka dibutuhkan skema yang beragam pula, dan tak mungkin satu ideologi untuk semua masyarakat.
Melalui telaah sosiologis, maka akan jelas bahwa masyarakat adalah beragam, namun pada dasarnya ada beberapa karakteristiknya yang sama, bahwa keragamannya hanya bersifat superfisial, bukan fundamental; atau pada dasarnya masyarakat beda antara yang satu dan yang lainnya, kendatipun secara lahiriah kelihatannya sama.

 Dengan melakukan telaah atas manusia itu sendiri. Yaitu melihat fakta yang tak terpungkiri bahwa semua manusia itu spesiesnya satu. Dari sudut pandang biologis, manusia tidak mengalami perubahan biologis sejak awal eksistensinya. Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa alam, setelah membawa makhluk hidup ke tingkat manusia, telah berubah jalannya. Alam telah menggeser proses evolusi, dari perubahan biologis dan fisis ke perkembangan spiritual.

Ketika membahas sosialitas manusia, bahwa karena spesies manusia itu satu, bukan banyak, dan dasarnya manusia bersifat sosial. Dengan kata lain, sosialitas manusia dan semangat kolektifnya merupakan sifat esensialnya yang dibawa sejak lahir. Untuk dapat mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan kemampuannya, manusia memiliki kecenderungan sosial, dan kecenderungan sosial ini memudahkan lahirnya semangat kolektif, dan pada gilirannya semangat ini menjadi sarana untuk membawa manusia mencapai kesempurnaan puncaknya. Fakta bahwa manusia adalah dari spesies tertentu, yang dapat menentukan skema semangat kolektifnya.Karena individu terkadang menyimpang dari jalan normal fitrahnya, maka masyarakat juga begitu. Keragaman masyarakat sama dengan keragaman moral individu, yang masih dalam batas sistem fundamental manusia. Dengan demikian semua masyarakat, budaya dan semangat kolektif yang mendominasi masyarakat, sekalipun bentuknya beragam, selalu memiliki warna manusiawi, dan sifatnya tak mungkin keluar dari sifat manusiawi.

 Menurut ajaran Islam, hanya ada satu agama. Perbedaan yang terjadi dalam hukum baku, semata-mata sekunder sifatnya, bukan substansial. Kita juga tahu bahwa agama tak lain adalah skema evolusi individual dan kolektif. Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam didasarkan pada konsepsi yang menyebutkan bahwa jenis masyarakat itu tunggal. Seandainva masyarakat itu jenisnya banyak, tentu tujuan evolusionernya dan cara mencapai tujuan tersebut beragam, dan tentu pula agama itu beragam, yang pada dasarnya antara agama yang satu dan agama yang lain berbeda. Namun Al-Qur'an menegaskan bahwa hanya ada satu agama di semua tempat dan masyarakat, dan di semua zaman dan masa. Dari sudut pandang Al-Qur'an, tak pernah ada beragam agama. Yang ada adalah satu agama.

Semua nabi mendakwahkan dan mengajarkan satu agama, satu jalan hidup, dan satu tujuan. Al-Qur'an memfirmankan:

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (QS. asy-Syûrâ: 13).

 Beberapa ayat Al-Qur'an mengindikasikan bahwa di mana dan kapan pun para nabi yang diutus oleh Allah SWT mendakwahkan agama yang sama. Prinsip bahwa pada dasarnya agama tak lebih dari satu, didasarkan pada konsepsi bahwa semua manusia spesiesnya satu, tak lebih dari satu. Begitu pula, masyarakat manusia sebagai aktualitas pada dasarnya jenisnya satu, tidak lebih dari itu. Bahwa pada dasarnya karakter masyarakat dan budaya modern itu berbeda-beda, tak dapat kita terima. Namun yang tak dapat dinafikan adalah bahwa bentuk dan kualitas masyarakat dan budaya modern memang beragam. 

 Jelaslah, kalau mempercayai teori bahwa fitrah manusia itu esensial, dan berpandangan bahwa eksistensi kolektif manusia, kehidupan kolektif manusia dan semangat kolektif masyarakat merupakan sarana yang dipilih fitrah manusia untuk mencapai kesempumaannya, maka dapat dikatakan bahwa semua masyarakat, semua budaya dan semua peradaban tengah dalam proses penyatuan. Masa depan masyarakat manusia berupa satu masyarakat dunia yang mengalami perkembangan penuh sehingga semua nilai manusiawi yang mungkin ada akan terealisasi dan manusia akan mencapai kesempurnaan, kesejahteraan dan pada akhirnya kebajikan yang aktual.

 Dari sudut pandang Al-Qur'an, bahwa pada akhirnya kebenaran yang akan menang dan kepalsuan yang akan sirna, merupakan fakta yang tak terpungkiri. Pada akhirnya kesalehan dan ketakwaanlah yang akan jaya. Allamah Thabathaba'i, dalam bukunya "al-Mîzân", mengatakan:

"Kalau kondisi dunia ditelaah dengan seksama, maka akan terlihat jelas bahwa di masa depan manusia, yang juga bagian dari dunia, akan mencapai kesempumaannya. Al-Qur'an mengatakan bahwa tegaknya Islam di dunia tak terelakkan.

Itulah bentuk lain dari perkataan bahwa manusia akan mencapai kesempumaannya. Bila Al-Qur'an mengatakan: ' Wahai orang-orang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.' (QS. al-Mâ`idah: 54) Maka sesungguhnya Al-Qur'an ingin menegaskan untuk apa perlunya ada alam semesta, dan ingin menggarnbarkan nasib atau puncak takdir manusia."(al-Mîzân, Jilid 4 halaman 106)

Al-Qur'an memfirmankan sebagai berikut:Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. (QS. an-Nûr: 55).Di tempat lain Al-Qur'an memfirmankan:Sesungguhnya bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS. al-Anbiyâ': 105).
 "Islam mencabut prinsip yang menyebutkan bahwa adanya bangsa-bangsa efektif perannya dalam membentuk masyarakat. Ada dua faktor utama yang menyebabkan adanya bangsa-bangsa ini. Faktor pertama adalah kehidupan suku yang primitif yang didasarkan pada afinitas (persamaan) rasial, dan faktor kedua adalah perbedaan wilayah geografis. Kedua faktor ini merupakan penyebab utama terbaginya umat manusia menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku. Kedua faktor ini juga merupakan sumber perbedaan bahasa dan warna kulit. Kedua faktor ini pada tahap selanjutnya merupakan alasan kenapa setiap bangsa menguasai wilayah tertentu, lalu menyebutnya tanah airnya dan mempertahankannya. Sekalipun ini merupakan proses yang alamiah, namun membawa sesuatu yang bertentangan dengan fitrah manusia. Fitrah manusia ini menghendaki seluruh umat manusia hidup sebagai satu keseluruhan dan satu unit. Hukum alam juga didasarkan pada menyusun apa yang berserak dan menyatukan apa yang terpisah. Melalui proses ini alam mencapai tujuannya.

Efektivitas hukum ini akan kelihatan kalau kita telaah fenomena alam dan kalau kita tahu mengapa materi primer berbentuk elemen dan kemudian berbentuk tumbuhan, kemudian berbentuk binatang dan akhirnya berbentuk manusia. Bangsa-bangsa dan suku-suku meski menyatukan orang-orang yang sama negaranya dan sama sukunya, namun juga menempatkan orang-orang ini berhadap-hadapan dengan unit-unit manusia lainnya. Orang-orang yang sama negaranya memandang satu sama lain sebagai saudara, memandang orang-orang yang tidak senegara sebagai orang asing, dan memandang mereka seakan-akan objek tak bernyawa yang hanya layak dieksploitasi. Itulah sebabnya mengapa Islam menghapus perbedaan bangsa dan suku, suatu perbedaan yang memecah-belah ras manusia. Islam menyatakan bahwa iman (upaya menemukan kebenaran yang memiliki nilai yang sama bagi semua orang dan yang tentu saja jadi kecenderungan semua orang), bukannya ras, negara atau kebangsaan, merupakan tempat berkumpulnya umat manusia. Bahkan dalam masalah-masalah seperti nikah dan waris, Islam menegaskan seiman sebagai kriterianya." (al-Mîzân, Jilid 4 halaman 132-133).

 "Umat manusia, atas kekuatan fitrahnya, secara kolektif berupaya mewujudkan kesejahteraan dan kesempurnaan sejati. Dengan kata lain, ingin mencapai posisi yang paling tinggi dalam kehidupan material dan spiritual, dan kelak umat manusia tentu akan mencapai posisi itu. Islam, karena merupakan agama monoteisme sejati, memberikan skema untuk meraih tujuan yang didambakan ini. Penyimpangan yang menjadi nasib manusia ketika manusia menempuh perjalanan panjang untuk sampai ke tujuan ini, jangan diartikan bahwa fitrah manusia atau kematiannya tidak memiliki kekuatan hukum. Sesungguhnya manusia selalu mendapat instruksi otoritatif dari fitrahnya. Penyimpangan dan kesalahan terjadi akibat semacam salah menerapkan instruksi otoritatif fitrahnya. Cepat atau lambat kelak manusia akan meraih ke­sempurnaan itu, kesempurnaan yang diupayakannya atas dasar fitrahnya. Konsepsi ini dapat disimpulkan dari Al-Qur'an Surah ar-Rûm: 30-41. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa instruksi otoritatif fitrah manusia bersifat final, dan bahwa manusia pasti akan menemukan jalannya setelah melakukan beberapa eksperimen dan setelah mencari ke mana-mana. Begitu menemukan jalannya, manusia akan tetap padajalannya ini. Jangan dengarkan orang-orang .yang mengatakan bahwa Islam merupakan satu tahap budaya manusia yang sudah selesai misinya dan sekarang Islam tak lebih dari sebuah peninggalan sejarah yang masa pakainya lebih lama daripada kegunaannya. Islam, dalam pengertian yang kita tahu dan kita bahas, adalah kesempumaan puncak yang kelak pasti dicapai manusia, karena kesempumaan puncak merupakan tuntutan hukum alam." (al-Mîzân, Jilid 4 halaman 14).

Sebagian berpandangan menyatakan bahwa Islam sama sekali tidak menganjurkan budaya dan masyarakat manusia yang tunggal. Islam justru mendukung dan mengakui budaya dan masyarakat yang beragam. Mereka mengatakan bahwa kepribadian dan identitas suatu bangsa sama dengan budayanya, sedangkan budaya mewakili semangat atau jiwa kolektifnya. Jiwa kolektif suatu bangsa terbentuk oleh sejarah khusus bangsa tersebut, dan sejarah khusus ini tidak di-miliki bangsa lain. Alam membentuk manusia. Sejarah membentuk budaya manusia, kepribadiannya dan ego sejatinya. Setiap bangsa memiliki karakteristiknya dan budaya khasnya, dan karakteristik serta budaya khas ini membentuk kepribadiannya. Kalau suatu bangsa melindungi budayanya, sesungguhnya artinya adalah bahwa bangsa itu melindungi identitasnya.

 Dikatakan bahwa agama adalah ideologi, iman dan sentimen serta tindakan yang lahir dari iman. Sedangkan nasionalitas adalah "kepribadian" dan segi-segi khas yang diciptakan oleh jiwa yang sama dari individu-individu yang bernasib sama. Karena itu hubungan antara nasionalitas dan agama persis seperti yang terjadi antara kepribadian dan iman. Juga dikatakan bahwa kalau Islam menentang diskriminasi rasial dan hegemoni nasional, itu tidak berarti Islam menentang keragaman nasionalitas dalam masyarakat manusia. Prinsip persamaan hak dalam Islam tidak berarti menolak nasionalitas. Artinya justru Islam mengakui eksistensi nasionalitas sebagai fakta tak terbantahkan dan fenomena alam yang tak teringkari. Ayat berikut ini, yang sering dikutip sebagai hujah penolakan Islam akan nasionalitas, sesungguhnya menegaskan dan mendukung eksistensi nasionalitas. 

 Ayat Quran menyatakan:“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa”. (QS. al-Hujurât: 13)

Pertama; ayat ini menyebutkan golongan-golongan manusia dari sudut pandang jenis kelamin. Dan golongan seperti ini alamiah sifatnya. Segera setelah itu ayat ini menyebutkan penggolongan selanjutnya dari sudut pandang bangsa dan suku. Ini menunjukkan bahwa penggolongan kedua ini juga alamiah dan merupakan takdir Allah SWT, seperti halnya penggolongan manusia menjadi laki-laki dan perempuan. Karena itu jelaslah kalau Islam menginginkan hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ingin menghapus perbedaan jenis kelamin, maka Islam juga mendukung terbinanya hubungan antarbangsa berdasarkan persamaan hak, dan tidak menginginkan terhapusnya kebangsaan. Fakta bahwa Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allahlah yang menciptakan bangsa-bangsa, dan Allah jugalah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, artinya adalah bahwa eksistensi bangsa-bangsa merupakan realitas alamiah yang selaras dengan skema alam semesta. Fakta bahwa Al-Qur'an menyebut saling mengenal sebagai filosofi di balik eksistensi banyak bangsa, menunjukkan bahwa setiap bangsa memiliki karakter khusus, dan karena karakter khusus inilah maka bangsa yang satu beda dengan bangsa yang lain, dan karakter khusus ini juga yang mengkristalisasikan dan melahirkan kepribadian setiap bangsa.
 Manusia, dengan kekuatan fitrahnya, setidaknya secara potensial, memiliki kepribadian tertentu dan tujuan tertentu yang didasarkan pada karakter bawaannya, suatu karakter yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, dan karakter bawaan ini membentuk "diri" sejatinya. Distorsi yang terjadi pada karakter dasarnya dan dehumanisasinya harus dinilai dengan standar kualitas esensial dan bawaannya, bukan dengan standar sejarah. Budaya yang sesuai dengan fitrah manusia dan yang membantu perkembangan fitrah, maka budaya itu adalah sebenar-benar budaya, sekalipun budaya itu mungkin saja bukan budaya pertama yang didapatnya dari kondisi sejarah. Dan budaya yang tidak sesuai dengan fitrahnya, maka budaya itu asing baginya, semacam penyimpangan identitasnya, dan berarti pemalsuan "diri"-nya, kendatipun mungkin saja produk sejarah bangsanya. Misalnya, ajaran tentang dualitas dan pengkudusan api merupakan penyimpangan manusia Iran, meskipun diyakini sebagai produk sejarah Iran. Sebaliknya, ajaran tentang monoteisme dan penolakan untuk menyembah selain Allah SWT merupakan kembali ke identitas sejati manusia, kendatipun ajaran tersebut mungkin bukan produk tanah air bangsa Iran.

Kedua; ada yang  mengatakan bahwa agama adalah iman, sedangkan nasionalitas adalah identitas pribadi, bahwa hubungan antara keduanya ini adalah hubungan iman dan kepribadian, dan bahwa Islam menegaskan dan mengakui kepribadian bangsa sebagaimana adanya, sama saja dengan menafikan misi terpenting agama. Misi agama, khususnya agama Islam, adalah menanamkan konsepsi tentang dunia, suatu konsepsi yang didasarkan pada pengetahuan yang benar tentang sistem universal yang mempengaruhi prinsip-prinsip tauhid, untuk membangun kepribadian spiritual dan moral manusia dengan berlandaskan konsepsi itu, dan untuk mendidik individu dan masyarakat dengan suatu dasar yang menunjukkan fondasi suatu budaya baru, budaya yang manusiawi, bukan kebangsaan. Islam membawa suatu budaya untuk dunia, budaya yang sekarang dikenal sebagai budaya Islam. Islam melakukan itu bukan semata-mata karena setiap agama begitu ada kontak dengan budaya yang ada, kurang lebih mempengaruhi budaya yang ada itu atau justru dipengaruhi budaya yang ada itu. Alasannya adalah mem­bawa budaya baru merupakan bagian dari misi agama Islam. Misi Islam antara lain adalah melucuti manusia dari budayanya, suatu budaya yang semestinya tidak menjadi budayanya, kemudian memberi manusia budaya yang bukan budayanya namun semestinya menjadi budayanya, dan menegaskan kepada manusia tentang apa yang dimilikinya dan apa yang semestinya dimilikinya.

Ketiga; Surah al-Hujurât ayat 13 tidak berarti mengatakan bahwa Allah SWT menciptakan kamu dalam dua jenis kelamin, sehingga dapat dinyatakan bahwa dalam ayat ini yang mula-mula disebutkan adalah penggolongan manusia dari segi jenis kelamin, dan segera setelah itu disebutkan penggolongan yang lain dari segi kebangsaan. Tak dapat diklaim bahwa ayat ini menunjukkan perbedaan jenis kelamin itu alamiah, karena itu ideologi harus dirumuskan dengan berdasarkan perbedaan ini, bukan berdasarkan penolakan akan perbedaan ini, dan bahwa hal yang sama berlaku pula untuk keragaman bangsa.
Sesungguhnya arti ayat ini adalah "Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan." Maksud ayat ini adalah bahwa semua manusia adalah keturunan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, atau bahwa semua manusia adalah sama sepanjang masing-masing beribu-bapak satu, dan dalam hal ini tak ada perbedaan.

Keempat; frase agar kamu saling mengenal, yang disebutkan sebagai tujuannya, tidak berarti bahwa terjadinya keragaman bangsa adalah untuk tujuan ini. Karena itu salah kalau berkesimpulan bahwa bangsa-bangsa harus independen personalitasnya sehingga antara bangsa yang satu dan bangsa yang lain dapat dibedakan. Seandainya tujuannya seperti ini, maka frase yang digunakan bukannya agar kamu saling mengenal melainkan semestinya agar mereka saling mengenal Ayat ini mengatakan bahwa keragaman ini ada hikmahnya, dan hikmah tersebut adalah agar mereka saling mengenal melalui suku dan bangsa mereka. Kita tahu bahwa tujuan ini dapat dicapai dengan cara lain pula, dan bangsa-bangsa serta komunitas-komunitas tidaklah perlu personalitasnya tetap independen terhadap satu sama lain.

Kelima; pembicaraan sebelumnya tentang teori Islam mengenai ketunggalan dan keragaman karakter masyarakat sudah cukup untuk membuktikan kesalahan teori di atas. Dalam pembahasan itu sudah kami jelaskan bahwa secara alamiah masyarakat melangkah menuju terbentuknya satu masyarakat dan satu budaya. Dalam Islam, filosofi Mahdisme didasarkan pada konsepsi tentang masa depan Islam, manusia dan dunia ini.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Dayah Mudi Mesra Samalanga Kab.Bireun NAD

MUDI MESRA Adalah sebuah pesantren atau dalam istilah orang aceh disebut dengan Dayah, yang terletak didesa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun.. Dayah ini telah berdiri sejak zaman  Sultan Iskandar Muda    dayah ini terus berkembang dan saat ini menjadi dayah terbesar di Aceh. Saat ini dayah MUDI Mesra berada di bawah pimpinan Syekh Hasanul Basri HG ( Abu MUDI) dengan jumlah santri lebih kurang 6000 orang. 1 . IDENTITAS DAYAH MUDI MESRA a. Sejarah Berdirinya Pesantren MUDI Mesra.Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya berlokasi di desa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tepatnya di sebelah barat kota industri Lhokseumawe kira-kira 100 km. (Note: pintu gerbang komplek putra) D ayah ini telah didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya pada masa Sultan Iskandar Muda. Pimpinan dayah yang pertama dikenal dengan

Keutamaan Sholat Subuh dan Bangun Pagi Bagi Kesehatan

Kenapa Harus Bangun pagi buta untuk Sholat Subuh?? Bagi seorang muslim mungkin pertanyaan ini dengan mudah dijawab ; karena sholat subuh adalah bagian dari ibadah wajib yang harus dikerjakan sebagai bukti ketaatan pada Tuhannya. Tapi kenapa ya harus pagi buta gitu sholatnya?? lagi enak-enak tidur kok disuruh sholat.??? Pertanyaan-pertanyaan ini untuk sebagian orang mungkin dianggap bodoh dan bisa dianggap nyeleneh. Tapi untuk orang-orang yang berfikir ilmiah pertanyaan tersebut adalah stimulasi ide besar untuk pembuktian. Kenapa harus dibuktikan?? Yang jelas tidak ada satu halpun yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepada umatnya tanpa kebermanfaatan. Ringkasan keutamaan sholat Subuh yang disebutkan dalam buku ini antara lain: 1.Sholat Subuh adalah faktor dilapangkannya rezeki 2.Sholat Subuh menjaga diri seorang muslim 3.Sholat Subuh sama dengan sholat malam semalam suntuk 4.Sholat Subuh adalah tolok ukur keimanan 5.Sholat Subuh adalah penyelamat dari neraka

KEUTAMAAN & KELEBIHAN HARI JUMAT

Hari Jum’at merupakan hari yang mulia. Bukti kemuliaannya, Allah mentakdirkan beberapa kejadian besar pada hari tersebut. Dan juga ada beberapa amal ibadah yang dikhususkan pada malam dan siang harinya, khususnya pelaksanaan shalat Jum’at berikut amal-amal yang mengiringinya. 1. Bahwasanya ia adalah sebaik-baik hari. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam beliau bersabda, خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة ”Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya (hari cerah) adalah hari Jum’at, (karena) pada hari ini Adam diciptakan, hari ini pula Adam dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan darinya, dan tidaklah akan datang hari kiamat kecuali pada hari Jum’at.” (HR Muslim). 2. Hari ini mengandung kewajiban sholat Jum’at Kewajiban sholat Jum’at merupakan sebesar-besar kewajiban Islam yang paling ditekankan dan seagung-agungnya berhimpunnya kaum muslim